Rabu 09 Sep 2020 00:04 WIB

Zoom, Twitter, dan Belanja di Shopee akan Dikenakan Pajak

Pelaku usaha digital akan mulai memungut PPN digital sejak 1 Oktober 2020.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi Zoom. Pemerintah kembali menunjuk 12 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan Indonesia. Di antaranya, perusahaan Over The Top (OTT) Twitter Asia Pacific Pte Ltd dan perusahaan teknologi komunikasi Zoom Video Communications, Inc.
Foto: Dok UIN Ar-Raniry
Ilustrasi Zoom. Pemerintah kembali menunjuk 12 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan Indonesia. Di antaranya, perusahaan Over The Top (OTT) Twitter Asia Pacific Pte Ltd dan perusahaan teknologi komunikasi Zoom Video Communications, Inc.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali menunjuk 12 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan Indonesia. Di antaranya, perusahaan Over The Top (OTT) Twitter Asia Pacific Pte Ltd dan perusahaan teknologi komunikasi Zoom Video Communications, Inc.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, para pelaku usaha tersebut akan mulai memungut PPN digital sejak 1 Oktober 2020. Jumlah PPN yang harus dibayar pelanggan adalah 10 persen dari harga sebelum pajak. 

"Harus dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN," ujar Hestu dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Selasa (8/9).

Dari entitas yang baru ditunjuk, PT Shopee International Indonesia (Shopee) dan PT Jingdong Indonesia Pertama (JD.ID) juga masuk dalam daftar. Hestu menjelaskan, khusus untuk marketplace yang merupakan wajib pajak dalam negeri ini, pemungutan PPN hanya dilakukan atas penjualan barang dan jasa digital oleh penjual luar negeri yang menjual melalui marketplace tersebut.

Penunjukan 12 perusahaan ini menjadikan total pemungut PPN produk digital luar negeri menjadi 28 perusahaan. Pada bulan lalu, pemerintah sudah menetapkan 10 perusahaan luar negeri, termasuk jaringan sosial dan platform video musik asal Cina, Tiktok Pte Ltd atau Tiktok. 

Hestu mengatakan, DJP terus mengidentifikasi dan aktif menjalin komunikasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melakukan sosialisasi dan mengetahui kesiapan mereka.

"Diharapkan dalam waktu dekat jumlah pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital akan terus bertambah," kata Hestu.

Pemungutan PPN merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level of playing field) bagi semua pelaku usaha. Khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital.

Hestu menjelaskan, PPN yang dibayarkan kepada pelaku usaha luar negeri atas pembelian barang atau jasa yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat diklaim sebagai pajak masukan oleh pengusaha kena pajak.

Untuk dapat mengkreditkan pajak masukan, pengusaha kena pajak selaku pembeli harus memberitahukan nama dan NPWP kepada penjual untuk dicantumkan pada bukti pungut PPN agar memenuhi syarat sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak. 

Apabila bukti pungut belum mencantumkan informasi nama dan NPWP pembeli, maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan. Tapi, hal ini berlaku sepanjang memenuhi salah satu dari dua ketentuan.

Pertama, bukti pungut mencantumkan alamat email pembeli yang terdaftar sebagai alamat email pengusaha kena pajak pada sistem informasi DJP. Atau, kedua, terdapat dokumen yang menunjukkan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik penjual memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat email sebagaimana dimaksud di atas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement