Buka Emas atau Yen, Sekarang Giliran Dolar AS Jadi Safe Haven

Buka Emas atau Yen, Sekarang Giliran Dolar AS Jadi Safe Haven

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 30 Sep 2020 22:30 WIB
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah akhirnya tembus ke level Rp 15.000. Ini adalah pertama kalinya dolar AS menyentuh level tersebut pada tahun ini.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Ketidakpastian di seluruh pasar aset investasi memicu kenaikan dolar Amerika Serikat (AS) yang sangat signifikan. Dolar AS yang juga disebut dengan greenback itu bahkan mengalahkan dua aset investasi lainnya di safe haven (investasi dengan tingkat risiko terendah), yakni mata uang yen Jepang dan emas.

Pada Selasa, (29/9) kemarin indeks dolar (DXY) naik hampir 2%, dibandingkan mata uang lainnya. Dilansir dari Reuters, Rabu (30/9/2020), posisi dolar ini menunjukkan kenaikan tertinggi dalam 14 bulan terakhir.

Selain itu, para investor juga masih khawatir untuk kembali berinvestasi saham karena kondisi perekonomian yang membuatnya masih bergejolak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, mata uang Negeri Paman Sam itu sempat turun 8% di bulan Maret lalu, yang membuat dolar dilihat tak ada harganya dibandingkan emas. Pada bulan Agustus lalu, nilai emas juga menempati level tertinggi. Sementara itu, yen sudah menderita cukup lama setelah harga globalnya jatuh selama pandemi Corona.

Nilai emas di pasar spot (XAU) juga turun hampir 4% di bulan September ini. Lalu, indeks yen Jepang JOY=EBS datar.

ADVERTISEMENT

Selain kekhawatiran investor akan aset investasi lainnya, faktor-faktor yang membuat dolar AS sempat tak dihiraukan para investor pun tampak menghilang. Melihat mata uang lainnya misalnya euro yang sempat melonjak ketika kasus COVID-19 menyebar begitu cepat di Eropa. Lalu, sentimen terhadap Brexit juga telah membebani pound Inggris.

Managing Director & Co-head of Global Investment-grade Fixed Income Neuberger Berman Thanos Bardas bertaruh dolar akan naik terhadap euro. Ia menilai, euro telah mengalami kenaikan yang berlebihan hingga 10% sejak Maret 2020.

"Kebangkitan dolar berhubungan dengan respons pasar modal terhadap gelombang global de-risking (fenomena ketika berbagai komponen keuangan berupaya menghindari risiko)," tutup Bardas.

(dna/dna)