Singapura (ANTARA) - Harga minyak merosot di perdagangan Asia pada Senin sore, karena protes jalanan terhadap pembatasan ketat COVID-19 di China, importir minyak mentah terbesar dunia, memicu kekhawatiran tentang prospek permintaan bahan bakar.

Minyak mentah berjangka Brent terpangkas 2,43 dolar AS atau 2,9 persen, menjadi diperdagangkan pada 81,20 dolar AS per barel pada pukul 07.31 GMT, setelah turun lebih dari 3,0 persen menjadi 80,61 dolar AS di awal sesi terendah sejak 4 Januari.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 2,16 dolar AS atau 2,8 persen, menjadi diperdagangkan di 74,12 dolar AS per barel. WTI turun sejauh 73,60 dolar AS di awal sesi, terendah sejak 22 Desember 2021.

Kedua harga acuan, yang mencapai posisi terendah 10 bulan minggu lalu, telah membukukan tiga penurunan mingguan berturut-turut. Brent mengakhiri minggu terakhir anjlok 4,6 persen, sementara WTI terpuruk 4,7 persen.

"Di atas kekhawatiran yang berkembang tentang permintaan bahan bakar yang lebih lemah di China karena lonjakan kasus COVID-19, ketidakpastian politik yang disebabkan oleh protes yang jarang terjadi atas pembatasan COVID yang ketat oleh pemerintah di Shanghai, mendorong penjualan," kata Hiroyuki Kikukawa, manajer umum penelitian di Nissan Securities.

Kisaran perdagangan WTI diperkirakan turun menjadi 70 dolar AS-75 dolar AS, katanya. Ia menambahkan pasar dapat tetap bergejolak tergantung pada hasil pertemuan OPEC+ yang akan datang mengenai produksi dan tingkat batasan harga G7 yang akan datang pada minyak Rusia.

China tetap berpegang pada kebijakan nol-COVID Presiden Xi Jinping bahkan saat sebagian besar dunia telah mencabut sebagian besar pembatasan.

Ratusan pengunjuk rasa dan polisi bentrok di Shanghai pada Minggu malam ketika protes atas pembatasan COVID yang ketat di China berkobar untuk hari ketiga dan menyebar ke beberapa kota setelah kebakaran mematikan di ujung barat negara itu.

"Sentimen bearish meningkat di pasar minyak dengan meningkatnya kekhawatiran atas permintaan di China dan kurangnya tanda yang jelas dari produsen minyak untuk memangkas produksi lebih lanjut," kata Tetsu Emori, CEO Emori Fund Management Inc.

"Kecuali OPEC+ menyetujui pengurangan kuota produksi lebih lanjut atau Amerika Serikat bergerak untuk mengisi kembali cadangan minyak strategisnya, harga minyak mungkin akan turun lebih jauh," katanya.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, akan bertemu pada 4 Desember.

Pada Oktober, OPEC+ setuju untuk mengurangi target produksinya sebesar 2 juta barel per hari hingga 2023.

Pertemuan OPEC+ berikutnya akan mempertimbangkan kondisi dan keseimbangan pasar, kantor berita negara Irak mengutip Saadoun Mohsen, seorang pejabat senior di pemasar minyak negara SOMO, mengatakan pada Sabtu (26/11/2022).

Investor juga fokus pada rencana Barat untuk membatasi harga minyak Rusia.

Para diplomat Kelompok Tujuh (G7) dan Uni Eropa telah membahas batas harga minyak Rusia antara 65 dolar AS dan 70 dolar AS per barel, dengan tujuan membatasi pendapatan untuk mendanai serangan militer Moskow di Ukraina tanpa mengganggu pasar minyak global. Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus".

Tetapi pertemuan perwakilan pemerintah Uni Eropa, yang dijadwalkan pada 25 November malam untuk membahas masalah tersebut, dibatalkan, kata diplomat Uni Eropa. Pada Kamis (24/11/2022), pemerintah Uni Eropa terpecah tentang tingkat dimana untuk membatasi harga minyak Rusia.

Batas harga akan mulai berlaku pada 5 Desember ketika larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah Rusia juga berlaku.


Baca juga: Putin: pembatasan harga minyak Rusia bisa timbulkan konsekuensi serius
Baca juga: Zelenskyy: Eropa harus hindari perpecahan terkait harga minyak Rusia
Baca juga: Harga minyak jatuh sekitar dua persen terseret kekhawatiran permintaan

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022